Keputusan hakim agung secara pasti berurusan dengan seluruh aspek kehidupan manusia modern. Mereka menyelesaikan dan memutus sengketa perdata yang bernilai “ecek-ecek” sampai bernilai tak terhingga, mengadili konglomerat atau si papa, berurusan dengan kejahatan kelas teri hingga berurusan dengan keamanan negara. Ini menunjukkan bahwa urusan yang diselesaikan dan diputuskan oleh hakim agung adalah semua urusan anak manusia, yang sudah ada maupun yang akan ada.
Oleh karena masalah yang diselesaikan hakim agung itu umumnya masalah besar yang tidak jarang berhubungan dengan masalah masa depan manusia, maka seorang hakim agung harus mempunyai pengetahuan yang luas, mempunyai sikap yang arif dan visioner.
Dengan posisi yang begitu tinggi dan selalu dianggap sebagai pembawa keadilan, maka seorang hakim agung itu seharusnya adalah manusia super. Anak manusia yang mempunyai banyak kelebihan. Selain pandai, dia harus jujur, mampu bersikap arif dan bijaksana.
Pekerjaan hakim agung itu bukan hanya pekerjaan intelektual, tetapi juga pekerjaan fisik. Mereka harus gunakan intelektualitasnya untuk memahami masalah secara baik dan juga harus mempunyai kekuatan fisik yang baik untuk dapat bertahan bekerja secara baik. Tanpa keseimbangan dan tanpa adanya kedua faktor ini, maka hakim agung tidak akan mampu bekerja secara maksimal. Mereka tidak akan mampu menyelesaikan tumpukan perkara yang bertambah menurut deret ukur sementara yang mampu diselesaikan menurut deret hitung.
Agar seorang hakim agung terpilih dapat membaktikan diri secara patut dengan waktu yang cukup, maka bukan hanya mengenai minimal usia yang harus diberikan batasan, tetapi usia maksimal yang dapat mencalonkan diri menjadi hakim agung juga harus dibatasi. Seperti batas minimal berusia 45 tahun dan batas maksimal 55 tahun.